Stop! Hentikan Tayangan Televisi Pencabut Nyawa Anak-Anak


Perkembangan teknologi telah membuat intensitas anak-anak untuk mengakses segala macam tayangan televisi semakin tinggi. Diperkirakan, anak-anak bisa menonton tayangan televisi kurang lebih sekitar 170 jam dalam seminggu. Maka tanpa pengawasan dan bimbingan orang tuanya, anak-anak akan menyerap mentah-mentah isi tayangan-tayangan yang ditampilkan dalam televisi. Mulai dari tayangan yang mengandung unsur kekerasan, kriminal, pornografi, percintaan, dan sebagainya. Sangat disayangkan, tontonan televisi saat ini sedikit banyak telah memberi efek ‘liar’ terhadap perkembangan mental dan psikologi seorang anak.
Berikut beberapa contoh kasus tayangan televisi yang berbahaya yang telah merenggut nyawa anak-anak.

Sinetron 7 Manusia Harimau
Diberitakan Tribun Pekanbaru, pada 30 April lalu, seorang siswa kelas 1 SD Islam Yahya di Yayasan Zaidar Yahya Pasirpengaraian, Riau yang bernama Hasrandra meninggal dunia. Penyebabnya, ia menjadi korban teman-temannya dalam memperagakan gerakan silat yang ada dalam Sinetron 7 Manusia Harimau yang ditayangkan RCTI setiap pukul 20.00 sampai 22.00 WIB itu menelan korban jiwa. Menurut penuturan Hamsanah, kepala SD Islam Yahya, kejadian itu berawal pada jam istirahat sekolah. Randa, panggilan akrab Hasrandra, bermain memperagakan gerakan silat seperti yang ditayangkan dalam sinetron 7 Manusia Harimau. Sayang, permainan itu berlangsung tak aman. Ada satu kawan Randa mencoba menaiki punggung korban, kemudian Randa dikeroyok oleh kawannya, ditendang dan juga dipukul, bahkan ada juga yang memukul dengan menggunakan sapu. Setelah peristiwa itu, Randa menderita kelumpuhan. Ia hanya bisa berbaring. Kalau ingin bergerak pun harus dibantu dan digendong orang lain. Tak kuasa menahan derita yang sudah menderanya selama dua bulan, Randa pun meninggal dunia.

Gulat “Smack Down”
Berdasarkan laporan Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI), sedikitnya ada tujuh kasus kekerasan yang ditimbulkan akibat tayangan Smack Down. Seorang pelajar usia 9 tahun, Reza Ikhsan Fadillah, dilaporkan tewas setelah dianiaya tiga kakak kelasnya yang meniru adegan Smack Down di layar TV. Pelajar kelas 3 Sekolah Dasar di Bandung, Jawa Barat itu pun meninggal dunia setelah sepekan lebih dirawat di rumah sakit.
WWE Smack Down adalah acara hiburan olah raga gulat bebas Amerika Serikat yang sempat booming di Indonesia saat pertama kali ditayangkan RCTI pada tahun 2000. Acara ini sempat pindah tayang ke TPI dan Lativi (kini tvOne, red), namun pada tahun 2006, tayangan Smack Down distop KPI setelah banyak anak yang menjadi korban akibat menonton dan menirukan adegan di dalamnya.
Sulap Master Limbad
Diberitakan oleh Kompas.com pada Desember 2009, Heri Setiawan, seorang anak laki-laki berusia 12 tahun yang berdomisili di Jakarta Pusat,  tidak pernah melewatkan acara sulap Limbad setelah dinobatkan sebagai Master Magician dalam acara The Master yang ditayangkan RCTI. Trik-trik sulap langsung dipraktikannya. Siswa kelas I SMP itu suka ikat-mengikat sejak kelas lima SD. Sejumlah rekan sekolah Heri juga menyampaikan bahwa Heri gemar bermain api. Namun nahasnya, kebiasaan Heri meniru sulap Limbad itu merenggut nyawanya. Heri meninggal saat meniru trik sulap Limbad. Ia ditemukan tergantung di ranjang dengan selendang melilit lehernya. Tangan dan kaki korban juga terikat dengan selendang. Satu selendang juga menyumpal mulutnya.
Petualangan Dora dan Diego
Seperti dikutip Dailymail.Uk pada tahun 2008, seorang anak perempuan berusia 4 tahun meninggal dunia akibat meniru adegan serial kartun favoritnya, Dora The Explorer dan Go Diego Go. Korban meninggal dengan posisi yang sama persis dengan tayangan kartun yang ditonton pada hari sebelumnya. Menurut pengakuan orang tuanya, korban sangat menyukai serial kartun Dora The Explorer dan Go Diego Go. Pada salah satu tayangan kartun kesukaannya itu, ada adegan seorang anak yang bergelantungan di pohon menggunakan seutas tali. Saat bermain di rumah sendiri, ia pun mempraktikkan adegan serupa dengan pita rambutnya. Malangnya, ia justru terjerat pita rambut miliknya yang tergantung di tempat tidur. Dora The Explorer dan Diego pernah ditayangkan di Indonesia lewat stasiun Global TV dan Lativi (tvOne).
Penilaian dan Introspeksi : Anak-anak itu Peniru
Tontonan yang buruk sedikit banyak akan memberi efek terhadap pertumbuhan psikologi seorang anak. Program atau acara sinetron, ftv, komedi dengan saling mengejek, pemberitaan tentang pelaku kriminalitas termasuk cara-cara seseorang berbuat jahat dan melakukan pembunuhan, dengan jelas dipertontonkan di televisi dan bahkan di jam yang dapat diakses oleh anak-anak. Hal ini bisa berakibat buruk, tidak hanya bagi anak-anak yang bebas menonton siaran di televisi, tetapi juga bagi orang dewasa yang mempunyai niat berbuat kejahatan.

Anak-anak rentan mengikuti apa yang mereka lihat. Jika mereka terus-menerus menonton tayangan tentang kekerasan atau adegan perkelahian bukan tidak mungkin mereka akan mencoba mempraktikkannya. Pengaruh buruk yang diakibatkan oleh tayangan televisi tidak hanya pada psikologis anak tetapi juga dapat mempengaruhi psikis anak. Seorang anak yang menonton televisi terlalu lama dapat mengakibatkan kurangnya kemampuan melihat akibat tajamnya pancaran sinar yang terus-menerus. Selain itu menonton televisi dengan volume yang terlalu keras juga dapat menurunkan kemampuan pendengaran. Pengaruh buruk televisi lainnya adalah rasa malas. Beberapa penelitian membuktikan, sebagian besar orang akan lebih memilih melihat tayangan televisi daripada melakukan kewajibannya. Orang-orang akan memilih duduk santai sambil menonton televisi sehingga waktu akan terbuang sia-sia. Hal ini juga dapat terjadi pada anak-anak dan remaja. Mereka akan lebih memilih bersantai sambil menonton televisi dibandingkan melakukan kewajibannya seperti belajar atau mengerjakan tugas.

Masalah ini tentunya harus menjadi perhatian serius semua pihak. Sayangnya, tidak semua orangtua dapat mengawasi anakya saat menonton televisi, bahkan ada yang acuh dan membiarkan begitu saja anaknya menonton tayangan apa saja. Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) membuat penilaian terhadap tayangan televise. Penilaian didasarkan relevansi cerita, pembentukan watak dan jati diri bangsa, penghormatan keberagaman, norma dan sosial, non-kekerasan, dan non-seksual. Anehnya, Sinetron 7 Manusia Harimau sudah mengudara sejak November 2014 hingga sekarang dan mendapatkan penghargaan ajang Panasonic Gobel Awards 2015 sebagai Drama Seri Terfavorit. Namun, berdasarkan survei KPI (Komisi Penyiaran Indonesia), indeks kualitas sinetron ini paling rendah di antara sinetron Emak Ijah Pengen ke Mekah dan Sinema Pintu Tobat. Menurut KPI, dari semua itu, 7 Manusia Harimau hanya mengantongi nilai 2,20, jauh di bawah standar minimal kualitas yang ditetapkan oleh KPI. Bahkan, dari data pengaduan yang masuk ke KPI, 7 Manusia Harimau juga yang paling banyak diadukan. Tercatat ada sebanyak 121 pengaduan. Sedangkan serial Dora The Explorer termasuk dalam jajaran tontonan ramah anak.

Sampai saat ini, Limbad masih sering tampil di berbagai acara televisi. Sebelum dihentikan, Smack Down menjadi primadona bagi orang Indonesia pada saat itu, terutama anak-anak. Acara  Smack Down sempat pindah jam tayang. Dari sebelumnya di bawah pukul 22.00 WIB menjadi tengah malam. Namun, penggantian jam tayang ini tidak memberikan solusi, karena sudah terlanjur digemari anak-anak.

Televisi sebagai salah satu media masa, peranan dan pemanfaatannya ditentukan oleh bagaimana interaksi media itu sendiri dengan masyarakat yang bersangkutan.  Televisi bukanlah media yang pasif, tetapi semakin disadari peranan aktif yang dimainkan oleh televisi, bukan televisi mempunyai fungsi pembudayaan. Hasil studi tentang dampak berita televisi yang dilakukan oleh Udi Rusadi, Pusat Penelitian dan Pengembangan Sistem Penerangan, Departemen Penerangan, antara lain menunjukkan bahwa film-film berita televisi telah membentuk citra khalayak tentang realitas sosial, pada tahap berikutnya dapat mempengaruhi norma-norma bahkan perilaku khalayak. Baik-buruknya pengaruh yang terbentuk pada khalayak ramai ditentukan oleh dua hal, yaitu karakteristik realitas sosial yang disajikan dan kemampuan khalayak ramai dalam menyeleksi siaran televisi.

Betapapun besar atau kecilnya pengaruh televisi sebagaimana hasil penelitian di atas, kehadiran televisi apabila tidak dikelola secara benar dan hati-hati akan membawa dampak yang justru negatif bagi masyarakat, khususnya generasi muda. Tayangan film di televisi yang menggambarkan kekerasan, sadisme, dan adegan-adegan yang memberi rangsangan imajinasi penonton kian hari kian meningkat.  Tapi harus diingat bahwa Anak usia 5-13 tahun merupakan kelompok masyarakat yang paling peka sekaligus paling tanggap menangkap pesan-pesan kekerasan tersebut. Pesan kekerasan tersebut akan sangat mudah terekam dalam pikiran mereka, dan pesan-pesan kekerasan itu menjadi potensial besar bagi perilaku yang mengarah ke tindakan kekerasan.

Berdasarkan penelitian yang dilakukan psikolog Leonard Eron dan L. Rowell Huesmann dari Universitas Illinois selama 20 tahun terhadap sekelompok anak-anak, menyimpulkan bahwa anak-anak yang pernah menonton film kekerasan dalam jumlah cukup, cenderung akan melakukan tindakan kekerasan maupun kriminal pada usia muda.  Bukan itu saja, di saat mereka dewasa pun mereka cenderung melakukan tindakan penganiayaan terhadap anak atau pasangan hidup mereka.  Suguhan kekerasan pada perilaku agresif, tindak kejahatan dan kriminalitas dalam masyarakat.  Semua anak dalam periode usia yang peka akan terkena dampaknya tanpa memandang jenis kelamin, tingkat intelegensi, maupun kelas sosial.

Di samping program televisi yang disiarkan dari satelit terdapat juga program-program tayangan televisi melalui pita rekaman, laser disk, disket komputer.  Justru melalui media jenis inilah disajikan film-film porno. Kehadirannya jelas dilakukan dengan cara-cara ilegal, karena pemerintah secara absolute melarang peredarannya.  Tetapi oleh kalangan tertentu media tersebut menjadi barang komoditi yang sangat menguntungkan yang dilakukan melalui perdagangan gelap.  Bahkan untuk jenis laser disk sampai saat ini secara teknis badan sensor film belum mampu menyensor, belum ada alat yang mampu menghapus sebagian gelombang gambar dan suara pada laser disk. Pengaruh yang ditimbulkan dari jenis media ini terhadap perilaku anak-anak dan pemuda lebih nyata dan langsung dibandingkan dengan program-program tayangan televisi melalui satelit.

Dampak negatif sebagaimana telah digambarkan di atas secara sadar dan penuh tanggung jawab harus dapat dibendung secara dini.  Untuk itu, program-program acara televisi hendaknya dapat diseleksi secara ketat, tetapi tidak mematikan perkembangan kreativitas anak.  Sedangkan untuk pita rekaman, laser disk, dan disket komputer, harus dilakukan cegah tangkal secara dini oleh instansi yang berkepentingan. 

Semoga tulisan ini bermanfaat dalam memilih tayangan televisi, memberikan masukan kepada orang  tua dan guru dalam  memberikan dampingan dan intervensi terkait keterkaitan intensitas menonton  dengan agresivitas. Demikian pula kepada pihak pengelola stasiun televise sebagai pihak yang bertanggungjawab terhadap program  acara dan KPI dengan mempertimbangkan dimensi psikososial tayangan televisi bagi anak-anak
SUMBER :

http://www.muvila.com

Tinggalkan komentar